BAB
I
PENDHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perkembangan
dunia yang semakin maju, peradaban manusia tampil gemilang sebagai refleksi dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, persoalan-persoalan norma dan hukum
kemasyarakatan dunia bisa bergeser, sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat yang bersangkutan. Didalam masyarakat modern seperti dibarat,
kebutuhan dan aspirasi masyarakat menempati kedudukan yang tinggi, sehingga
berdasarkan itu, suatu produk hukum yang baru dibuat.
Dari sini dapat digambarkan bahwa
apabila terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat, maka interfretasi terhadap
hukum pun bisa berubah. Sebuah metode yang digunakan untuk mempermudah
penyembelihan hewan adalah dengan memingsankan hewan terlebih dahulu (stunning)
sebelum disembelih. Secara teknis cara ini memberikan kemudahan. Sebab hewan
yang sudah dipingsankan itu tidak akan meronta dan melakukan gerakan, sehingga
penyembelih menjadi lebih mudah melakukan tugasnya. Bagaimana hukumnya jika
ditinjau dari aspek kehalalan?
B. Rumusan Masalah
1. Apa dasar-dasar penyembelihan
hewan dalam Islam
2. Bagaimana Pandangan para Imam
Madzhab tentang penyembelihan hewan dan tata caranya
3. Apa pengertian penyembelihan
hewan secara mekanis dengan pemingsanan
4. Apa pandangan MUI tentang penyembelihan
hewan secara mekanis dengan pemingsanan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Menyembelih Hewan Secara Mekanis dengan
Pemingsanan (stunning)
Menyembelih
hewan seecara kemanis (Stunning) adalah salah satu istilah tekhnis dalam ilmu
perternakan yang banyak dipraktekkan dalam penyembelihan. Singkatnya stunning
adalah menembak hewan dengan menggunakan peluru khusus yang mengenai sisi
tanduknya sehingga hewan menjadi tak sadrkan diri, dan ketika sedang tidak
sadarkan diri hewan tersebut disembelih. Perlakuan seperti itu membuat hewan
yang disembelih tidak terlampau merasakan rasa sakit akibat sembelihan. Atas
dasar pertimbangan itulah, salah seorang guru besar Ilmu Perternakan Fakultas
peternakan Unpad mengatakan bahwa stunning lebih mendekati rasa perikehewanan.
Ada beberapa metode pemingsanan yang sering dilakukan untuk berbagai jenis
hewan. Untuk hewan ternak besar, seperti sapi dan kambing, biasanya digunakan
metode penembakan atau pemukulan pada bagian kepalanya. Dengan pistol dan
peluru khusus proses penembakan ini dilakukan pada ukuran kaliber yang
berbeda-beda sesuai dengan besar kecilnya ukuran sapi. Metode ini dikenal
dengan captive bolt pistol. Menurut empat madzhab Sunni menyembelih berarti
memotong tenggorokan (hulqum), saluran makanan (oesophagus), dan pembuluh
(waduyn) meskipun ada perbedaan pendapat tentang apakah pemotongan pembuluh itu
diharuskan atau dianjurkan saja. Persis pada tahun 1930-an mengeluarkan fatwa,
yang berbunyi: ”Sekarang ini kami akan menerangkan hal binatang yang
dipingsankan sebelum disembelih dengan listrik, atau dengan chloroform. Bahwa
yang dipingsankan dengan listrik, lebih dahulu daripada disembelih itu,
hukumnya halal dimkan, asal saja binatang itu disembelih sebelum mati: dan
sebagian daripada tanda yang membuktikan binatang itu belum mati, yaitu takkala
disembelih akan mengalir darinya darah yang merah dan encer: adapun jika
disembelih lalu keluar darinya darah yang hitam dan kental, ini membuktikan bahwa
dia sudah mati, maka keadaan yang tersevut ini, teranglah bahwa sembelihan itu
haram dimakan”. Adapun binatang yang dipingsankan dengan bius, lebih baik
daripada dengan listrik oleh karena jikalau dengan listrik itu dapat pipandang
sebagai penganiaya sedangkan penganiayaan itu diharamkan oleh agama, walaupun
terhadap binatang. Jika dengan bius tidak begitu, akan tetapi dapat melenyapkan
rasa sakit. Ini boleh dimasukkan kepada yang dikehendaki oleh Nabi.
B.
Pijakan Fikih Klasik
1. Dasar-dasar Penyembelihan
Hewan Dalam
Islam Dalam Al-Qur’an, tidak ada pernyataan yang eksplisit tentang cara
penyembelihan hewan, yang ada hanyalah beberapa ketentuan tentang penyembelihan
hewan yang berhubungan dengan pihak penyembelih dan pengantar(atau doa) dalam Penyembelihan.
Al-Quran secara eksplisit melarang Umat Islam untuk mengkonsumsi hewan yang
disembelih tanpa menyebut nama Allah. Allah berfirman:
wur (#qè=à2ù's?
$£JÏB
óOs9 Ìx.õã ÞOó$# «!$# Ïmøn=tã ¼çm¯RÎ)ur
×,ó¡Ïÿs9 3
¨bÎ)ur úüÏÜ»u¤±9$#
tbqãmqãs9 #n<Î)
óOÎgͬ!$uÏ9÷rr& öNä.qä9Ï»yfãÏ9 (
÷bÎ)ur öNèdqßJçG÷èsÛr&
öNä3¯RÎ) tbqä.Îô³çRmQ
ÇÊËÊÈ
121. Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang
yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya[501]. Sesungguhnya
perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu
membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu
menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik[1].
(QS. Al-An’am: 121)
Allah swt memerintahkan seorang
yang hendak menyembelih binatang sembelihannya untuk berlaku ihsan (baik)
terhadapnya dan tidak menyakitinya. Untuk itu Rasulullah saw memerintahkan
penggunaan pisau yang tajam untuk penyembelihan agar mempercepat kematiannya,
membahagiakan dan tidak membuatnya stress dengan memperlihatkan penyembelihan
maupun binatang yang telah disembelih kepada binatang lainnya yang akan
disembelih berikutnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya Allah
telah menetapkan ihsan (kebaikan) terhadap segala sesuatu. Apabila engkau
membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik dan apabila engkau menyembelih
maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah salah seorang diantara kalian
menajamkan pisau dan membahagiakan sembelihannya.” (HR. Muslim) Penyembelihan
menjadi syarat dihalalkannya binatang yang tercekik, terjatuh, ditanduk selama
binatang-binatang itu masih bergerak atau ada tanda-tanda kehidupan didalam dirinya,
sebagaimana firman Allah:
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøyJø9$# ãP¤$!$#ur
ãNøtm:ur ÍÌYÏø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/
èps)ÏZy÷ZßJø9$#ur äosqè%öqyJø9$#ur
èptÏjutIßJø9$#ur
èpysÏܨZ9$#ur !$tBur @x.r& ßìç7¡¡9$#
wÎ) $tB
÷Läêø©.s $tBur
yxÎ/è n?tã
É=ÝÁZ9$#
....
Artinya
: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh,
yang ditanduk dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya...[2].”
(Q.S. Al-Maidah: 3)
Ibnu Katsir
menyebutkan pendapat Ibnu Abbas bahwa makna dari “kecuali yang sempat kamu
sembelih” adalah kecuali yang sempat kamu sembelih dari binatang-bintang
tersebut (yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas) dan binatang itu masih memiliki ruh, inilah yang dinamakan
penyembelihan, demikian pula riwayat dari Said bin Jubair, al Hasan al Bashri
dan as Suddiy. Ibnu Jarir menyebutkan riwayat dari Ali yang mengatakan bahwa
ketika sempat ada penyembelihan terhadap binatang yang terpukul, yang jatuh dan
yang ditanduk dan masih ada penggerakan pada tangan dan kaki binatang itu maka
makanlah.” (Tafsir Al Qur’anil Azhim juz III hal 22) Cara Memotong Hewan
(Dzakat) Yang dimaksud dengan dzakat (juga dzabh, nahr atau ‘aqr) adalah cara
pemotongan hewan yang boleh (halal) dimakan dengan syarat-syarat tertentu.
Berikut adalah pandangan imam madzhab yang empat tentang cara penyembelihan.
Madzhab Hanafiyah Mereka berpendapat bahwa pemotogan hewan yang sesuai dengan
syari’at itu terbagi menjadi dua bagian: pertama, pemotongan darurat (dzakat
al-dharurah). Kedua, pemotongan tidak darurat (dzakat al-ikhtiyar).
Pemotongan
Darurat Cara ini dilakukan dengan cara melukai pada bagian mana saja dari badan
hewan itu. Ini dilakukan untuk hewan yang tidak jinak. Jika kambing, sapi atau
unta menjadi liar dan sulit untuk disembelih, lalu dipanah dan kena pada bagian
mana saja dari badannya dan mengeluarkan darah serta mematikan, maka ia halal
dimakan. Hal ini berlaku juga untuk seseorang yang melempar sesutau kearah
binatang yang menjadi liar ataupun binatang yang jatuh kesumur. Jika diketahui
binatang tersebt mati akibat luka (dan mengeluarkan darah) yang dihasilkan dari
lemparan tersebut, maka hewan tersebut halal dimakan. Demikian juga apabila ada
sapi yang tidak mampu melahirkan, lalu ada seseorang yang memasukan tangannya
kedalam dan menyembelih anaknya, maka ia halal dimakan. Jika tidak bisa
disembelih didalam dan hanya melukainya saja, itupun halal dimakan. Jika anak
tadi tidak disembelih dan tidak juga dilukai, maka tidak halal sekalipun
induknya disembelih, karena menurut Hanafiah, penyembelihan terhadap induknya
tidaklah berarti penyembelihan terhadap anaknya, dengan alasan hadits Nabi SAW
yang berbunyi: "ذبح الجنين هو ذبح
والدته" “Penyembelihan janin adalah penyembelihan terhadap
induknya“. Imam abu hanifah memahami hadits ini sebagai penyerupaan, artinya
bahwa penyembelihan terhadap janin itu dilakukan sama seperti terhadap
induknya. Cara ini dilakukan dengan menyembelih antara ujung kerongkongan dan
ujung dada, yaitu dengan cara memotong dua urat leher, yaitu dua urat besar
yang terdapat di kedua sisi depan batang leher dan memotong pembuluh nafas
serta kerongkongannya. Namun cukup juga dengan memotong tiga diantaranya, sebab
lebih banyak hukumnya sama dengan semuanya (lil aktsar hukmul kull). Karena
itu, ia harus memotong pembuluh nafas atau kerongkongan beserta dua urat leher;
atau memotong satu urat leher, pembuluh nafas dan kerongkongan. Bila
penyembelihan hewan dilakukan dengan cara ini, maka penyembelihan tersebut
telah sesuai dengan syari’at dan halal. Untuk penyembelihan tidak darurat
(dzakat al-ikhtiyar) ini, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Yang menyembelih adalah seorang
muslim atau Ahli Kitab, baik Yahudi maupun Nasrani. Yang termasuk Nasrani
adalah orang Shabian, sebab mereka mengakui Isa A.S. Sedangkan yang termasuk
Yahudi adalah orang-orang Samara, sebab mereka berpegang dengan syari’at Musa
A.S. Sembelihan mereka semua halal dimakan. Apabila Ahli Kitab tersebut
menyebut nama Al-Masih (Yesus), maka sembelihannya itu tidak halal.
2. Yang disembalih itu bukan buruan
tanah Haram (Mekah), karena hasil buruan ditanah Haram tidak halal dimakan
dengan disembelih, sekalipun yang menyembelih itu tidak dalam keadaan ihram.
3. Tidak meninggalkan tasmiyah
dengan sengaja. Dalam hal bacaan tasmiyah ini ada beberapa syarat, yaitu: Tasmiyah itu dibaca semata-mata untuk dzikir,
yaitu dengan menyebutØ
nama Allah SWT dengan salah satu asma-Nya yang mana pun juga, baik nama itu
diikuti dengan sifat, seperti Allahu a’dzham atau tidak, seperti, Allah dan
Al-Rahman. Sedangkan menyebut nama Allah diikuti dengan do’a, seperti
Allahummagfirlil, maka sembelihan itu tidak halal dengan bacaan tersebut. Dan
disunnatkan untuk membaca Bismillahi allahu akbar. Tasmiyah itu dibaca oleh orang yang
menyembelih itu sendiri ketikaØ
menyembelih, oleh pemanah hewan buruan itu sendiri ketika ia memanah. Disyaratkan hendaknya penyembelihan itu
dilakukan langsung (seketika)Ø
setelah membaca tasmiyah sebelum pindah tempat.
Sembelihan anak kecil yang bisa membaca tasmiyah, sekalipun yangØ
sebenarnya ia tidak tahu bahwa tasmiyah itu sebagai syarat, hukumnya
halal. Penyembelihan itu sah dengan
menggunakan alat potong apa saja yangØ
dapat memotong urat-urat yang harus dipotong dan dapat mengalirkan darah.
Madzhab Malikiyah Mereka berpendapat, pemotongan hewan yang sesuai syari’at
ialah sebab yang dapat menjadikan hewan darat halal dimakan secara ikhtiyar
(bukan karena terpaksa). Pemotongan ini ada empat macam, yaitu dzabh, nahr,
‘aqr dan tindakan yang dapat mematikan dengan perantara apa saja.
A. Dzabh Cara ini digunakan untuk
memotong sapi, kerbau, domba, kambing kacang, burung, hewan, liar dan lainnya
yang bisa dikuasai; selain jerapah, sebab pemotongannya itu dilakukan dengan
cara nahr. Pemotongan hewan cara ini dilakukan dengan memotong kerongkongan dan
dua urat leher yang terdapat dibagian depan dengan alat tajam dengan niat; dan
tidak disyaratkan memotong pembuluh jalan nafas. Namun disyaratkan beberapa hal
berikut:
ü Hendaklah yang menyembelih itu seorang
mumayyiz muslim atau Ahli Kitab.
ü Tidak mengangkat tangannya dengan lama
secara sengaja sebelum penyembelihan hewan itu sempurna. Untuk para Ahli Kitab
ditentukan beberapa syarat, yaitu:
·
Menyembelih
hewan yang halal bagi mereka sesuai syariat kita.
·
Hewan
itu tidak disembelih dengan selain nama Allah.
·
Penyembelihan
dilaksanakan dihadapan seorang muslim mumayyiz yang mengetahui ketentuan hukum
potong hewan bila Ahli Kitab tadi termasuk orang yang menghalalkan bangkai.
B. Nahr Cara ini digunakan untuk
memotong unta, jerapah dan gajah. Dan makruh digunakan untuk memotong sapi dan
kerbau. Cara ini juga digunakan untuk memotong kuda, bagal dan himar (keledai)
liar. Pemotongan hewan cara ini dilakukan dengan cara menusuk leher bagian
bawah kalung oleh seorang mumayyiz muslim atau Ahli Kitab tanpa mengangkat lama
sebelum sempurna, dengan niat.
C. ‘Aqr Cara ini digunakan untuk
memotong hewan liar yang tidak bisa dikuasai dengan sulit, baik hewan itu
berupa burung atau lainnya. Pemotongan cara ini dilakukan dengan cara melukai
hewan liar itu dengan benda tajam oleh seorang muslim mumayyiz, atau dengan
(mengutus) hewan pemburu yang sudah terlatih dengan niat dan membaca tasmiyah.
Cara ini dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
ü Tidah sah dilakukan oleh seorang kafir.
Ada juga yang berpendapat bahwa cara ini sah di lakukan oleh Ahli Kitab seperti
halnya cara dzahb.
ü Tidak sah dilakukan oleh anak kecil,
orang gila dan orang mabuk.
ü Tidak sah digunakan untuk hewan jinak
ketika melarikan diri.
ü Cara ini tidak sah dengan menggunakan
tongkat atau batu yang tidak tajam.
ü Sah dengan menggunakan peluru, sebab
peluru lebih dahsyat dari benda tajam.
D. Dengan Tindakan Yang Mematikan
Cara pemotongan terhadap hewan yang tidak berdarah, seperti belalang dan ulat,
maka pemotongan hewan ini adalah dengan mematikannya dengan cara apa saja,
seperti dengan api, dengan gigi ataupun dipukul dengan tongkat atau karena
sebab lain. Dan disyaratkan hendaklah berniat untuk dipotong. Keempat macam
cara ini disyaratkan hendaklah bagi seorang muslim menyebut nama Allah SWT
(tasmiyah) sesuai dengan kemampuannya. Jika ia lupa atau tidak mampu, seperti
orang bisu, maka sembelihannya itu boleh dimakan. Madzhab Syafi’iyah Mereka
berpendapat, menyembelih hewan yang sesuai syariat adalah dengan memotong
kerongkongan dan pembuluh nafasnya, semuanya. Bila masih ada yang belum
terpotong dari keduanya itu, berati hewan yang disembelih tadi tidak halal. Dan
disyaratkan hendaklah pada hewan itu ada “kehidupan yang tetap” sebelum
disembelih, bila ada sebab yang dapat membinasakan. Jika tidak, maka tidak
disyaratkan itu. Karenanya, hewan yang sakit-tanpa ada sebab yang dapat
membinasakannya, bila dipotong pada sisa akhir hidupnya, ia halal dimakan,
sekalipun ketika dipotong tidak mengeluarkan darah dan tidak memberontak. Yang
dimaksud dengan “kehidupan tetap” adalah adanya gerak tersebut diduga bahwa
dalam hewan itu masih ada kehidupan. Diantara tanda-tandanya adalah
terpancarnya darah setelah kerongkongan dan pembuluh nafasnya dipotong atau
dapat bergerak dengan keras. Tidak ada perbedaan apakah kerongkongan dan
pembuluh nafas itu dipotong pada bagian bawah jakun atau diatasnya. Akan tetapi
dengan syarat disisakan (seukuran) dua pegelangan secara sempurna, satu pada
bagian atas dan satu lagi pada bagian bawah. Jika tidak, maka sembelihan itu
tidak halal dimakan, karena ketika itu disebut pencabikan, bukan penyembelihan.
Memutuskan dua urat leher, hukumnya sunnat. Seandainya kepalanya dipenggal,
maka yang demikian itu cukup (sah), akan tetapi hukumnya makruh berdasarkan
pendapat yang mu’tamad. Pensyaratan dengan cara ini hanya berlaku untuk hewan
jinak yang dapat dikuasai. Sedangkan hewan yang tidak jinak, seperti kambing
dan sapi liar, unta yang melarikan diri dan sebagainya, maka pemotongannya itu
dapat dilakukan dengan cara ‘aqr (melukai) bagian mana saja dari badannya
dengan benda yang dapat melukai dan dapat mematikan. Cara ‘aqr ini tidak dapat
dilakukan dengan menggunakan kuku kuda atau unta, dan tidak juga dengan cakaran
hewan sekedarnya. Untuk halalnya sembelihan ditentukan beberapa syarat:
1. Menyengaja suatu benda atau
janis tertentu. Jika ia melempar sesuatu yang disangka batu atau hewan yang
tidak bisa dimakan, ternyata ia hewan yang bisa dimakan, maka ia halal dimakan,
sebab dia telah mengenai suatu benda. Bila ia tidak menyengaja suatu benda atau
jenis tertentu, maka tidak halal dimakan.
2. Cepatnya keluarnya nyawa hewan
itu disebabkan terpotongnya kerongkongan dan pembuluh nafas. Jika seseorang
memotong dan lainnya menarik usus atau membedah lambung, maka itu tidak halal
dimakan.
3. Ada kehidupan yang tetap sebelum
disembelih ketika ada sebab yang dapat membinasakan.
4. Yang disembelih itu dari jenis
hewan yang halal dimakan.
5. Pemotongan dilakukan dengan alat
yang tajam, sekalipun berupa bambu, kayu dan emas atau perak; kecuali gigi, kuku
dan tulang, maka boleh digunakan.
6. Penyembelihannya itu dilakukan
sekali. Jika ia memotong tenggorokannya lalu diam, kemudian ia teruskan
penyembelihanya, maka jika yang kedua itu terpisah dari yang pertama secara
‘urf, disyaratkan hendaklah hewan itu masih hidup ketika memulai yang kedua.
Jika yang kedua tidak terpisah dari yang pertama secara ‘urf, maka tidak
disyaratkan hidup.
7. Yang menyembelih bukan orang
yang sedang ihram, sementara yang disembelih buruan darat liar.
8. Yang menyembelih itu orang Islam
atau Ahli Kitab. Akan tetapi Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) hukumnya makruh
menyembelih, seperti halnya bagi orang yang buta. Dan tidak disyaratkan membaca
tasmiyah, melainkan disunnatkan saja. Madzhab Hanabilah Mereka berpendapat
bahwa pemotongan hewan secara syari’at adalah penyembelihan hewan yang dapat
dikuasai, yang boleh dimakan, yang hidup didarat dan lain sebagainya kecuali
belalang dan yang semacamnya yang tidak perlu disembelih. Pemotongan yang
sesuai dengan syari’at dapat dilakukan dengan cara memotong pembuluh nafas dan
kerongkongan. Pemotongan dengan cara nahr dilakukan pada legokan leher yang
terdapat diantara pangkal leher dan dada. Dan tidak disyaratkan memotong dua
urat leher (yakni urat yang berada disekitar pembuluh nafas), akan tetapi
memotongnya lebih utama. Bila merasa ada kesulitan untuk memotong hewan dengan
cara dzahb atau nahr, maka hendaklah dilakukan dengan ‘aqr, yaitu dengan
memanahnya dan lain sebagainya pada bagian manapun dari badannya, sehingga
melukai dan mematikan, yang demikian itu halal dimakan sama seperti halnya
buruan.
C. Pandangan MUI DKI Jakarta
tentang menyembelih hewan sacara mekanik
1. Hewan ternak seperti onta,
sapi,kerbau, dan unggas halal dimakan dagingnya, jika disembelih sesuai dengan
ketentuan dan tata cara syariat islam. Jika hewan ternak tersebut mati tanpa
melalui proses penyembelihan yang sah, seperti hewan yang mati karena tertabrak
mobil, ditusuk dengan besi, dipukul, tercekik, dan sebagainya, maka tidak halal
dimakan dagingnya karena dinilai sebagai bangkai (al-maitah). Sebagaimana Allah
berfirman dalam Q.S. Al-Maidah: 3
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ÍÌYÏø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/ èps)ÏZy÷ZßJø9$#ur äosqè%öqyJø9$#ur èptÏjutIßJø9$#ur èpysÏܨZ9$#ur .....u
Artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh,
yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
sembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.........
2. Tata cara penyembelihan hewan
ternak menurut syariat Islam, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Orang yang
menyembelih harus beragama Islam, dewasa (baligh) dan berakal sehat, baik
laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, jika penyembelihannya tidak
beragama islam (kafir/musyrik/murtad/munafik), masih kanak-kanak, sedang mabuk,
atau gila, mak penyembelihannya dinilai tidak sah sehingga dagingnya pun haram
dimakan.
b. Ketika akan
disembelih harus membaca basmallah. Apabila jika disertai dengan menyebut
nama-nama dewa tidak sah dan tidak halal dimakan daginnya.
c. Alat
penyembelihan (pisau)-nya harus tajam
d. Hewan yang
disembelih dilehernya sehingga dapat memtuskan saluran pernafasan. Salauran
makanan dan dua urat leher. Sedangkan hewan yang tidak dapat disembelih
dilehernya karena liar atau terjatuh ke dalam lubang, maka penyembelihannya
dapat dilakukan dimana saja dari badannya asal dapat mati karena lika tersebut.
3. Disamping melaksanakan tata cara
penyembelihan diatas, seseorang yang menyembelih hewan ternak disunahkan
memperhatikan tata krama atau adab penyembelihan sebagai berikut:
a) Hewan yang
disembelih, sunnah dihadapkan ke arah kiblat
b) Hewan yang
disembelih sunnah digulingkan ke ebelah rusuknya yang kiri agar mudah
disembelih
c) Hewan yang
panjang lehernya, hendaknya disembelih dipangkal lehernya dengan memotong dua
urat yang disebelah kiri dan kanan lehernya. Dengan demikian diharapkan dapat
mempercepat kematian
d) Orang yang
menyembelih disunnahkan membaca shalawat kepada Rasulullah SAW dan menbaca
takbir sebanyak tiga kali, disamping membaca ibasmallah
e) Orang yang
menyembelih hewan disunnahkan menjaga kebersihan sehingga tidak mencemari
lingkungan
C.
Analisis Masalah
Penyembelihan
hewan dengan menggunakan mesin dan disertai pemingsanan terlebih dahulu
sehingga dapat mempermudah dan memepercepat penyembelihan yang lazim dikenal
dengan istilah penyembelihan mekanis, diperbolehkan dan dagingnya halal dimakan.
Berdasarkan pijakan fikih yang ada dan beberapa fatwa ulamak terdahulu kita
serta fatwa dari MUI yang kita patuhi di Indonesia. Adapun Proses penyembelihan
hewan secara mekanais adalah sebagai berikut:
Sebelum disembelih hewan dipingsankan terlebih dahuluv Setelah dipingsankan, hewan harus tetap dalam
keadaan hidup (bernyawa)v
sehingga jika tidak jadi disembelih tetap dalam keadaan hidup secara
normal Hewan tersebut disembelih
menggunakan pisau tajam sehingga dapatv
memutuskan saluran pernafasan, saluran makanan, dan dua urat leher Pemotong hewan beragama islam dan terlebih
dahulu mambaca basmallahv
”Bismillahir rahmanirrahim” Sesudah
disembelih dan darahnya telah berhenti mengalir, maka isiv
perut hewan tersebut dikeluarkan semua dan selanjutnya dagingnya
dipotong-potong Selain itu waktu untuk
menyembelih juga harus dilakukan secara tepat.v
Jarak waktu yang ideal antara proses stunning dengan proses penyembelihan
antara 20 hingga 30 detik. Kurang dari itu akan mempersulit melakukannya,
sementara lebih dari iru akan menghasilkan dampak kurang baik
BAB
III
KESIMPULAN
1. Menyembelih hewan seecara kemanis (Stunning)
adalah salah satu istilah tekhnis dalam ilmu perternakan yang banyak
dipraktekkan dalam penyembelihan. Singkatnya stunning adalah menembak hewan
dengan menggunakan peluru khusus yang mengenai sisi tanduknya sehingga hewan
menjadi tak sadrkan diri, dan ketika sedang tidak sadarkan diri hewan tersebut
disembelih. Perlakuan seperti itu membuat hewan yang disembelih tidak terlampau
merasakan rasa sakit akibat sembelihan. Atas dasar pertimbangan itulah, salah
seorang guru besar Ilmu Perternakan Fakultas peternakan Unpad mengatakan bahwa
stunning lebih mendekati rasa perikehewanan. Ada beberapa metode pemingsanan
yang sering dilakukan untuk berbagai jenis hewan.
2. Hewan Dalam Islam Dalam Al-Qur’an, tidak
ada pernyataan yang eksplisit tentang cara penyembelihan hewan, yang ada
hanyalah beberapa ketentuan tentang penyembelihan hewan yang berhubungan dengan
pihak penyembelih dan pengantar(atau doa) dalam penyembelihan. Al-Quran secara
eksplisit melarang Umat Islam untuk mengkonsumsi hewan yang disembelih tanpa
menyebut nama Allah, berdasarkan firman Allah dalam surat Al-An’am ayat: 121.
3. Penyembelihan hewan dengan menggunakan
mesin dan disertai pemingsanan terlebih dahulu sehingga dapat mempermudah dan
memepercepat penyembelihan yang lazim dikenal dengan istilah penyembelihan
mekanis, diperbolehkan dan dagingnya halal dimakan. Berdasarkan pijakan
fikih yang ada dan beberapa fatwa ulamak terdahulu kita serta fatwa dari MUI
yang kita patuhi di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an DR.
Jaih Mubarok dan Drs. MAman Abd.Djaliel, Fiqih Kontemporer, halal haram bidang perternakan,
Bandung: CV. Pustaka Setia. Cet I th 2003. Himpunan fatwa-fatwa actual.
Jakatra: PT. Al-Mawardi Prima, cet 1 th 2003, Abdurrahman Al-Jaziri,Fiqih Empat
Madzhab, Jakarta. Cet 4. 1996 DR. Yusuf Qordhawi, Halal Haram Dalam Islam,
Solo: Cet: 2. 2001
Assalamualaikum..kak maaf mau nanya, apakah usia hewan untuk kurban punya batasannya?
BalasHapusakikah jogjanya